Rabu, 06 Juni 2018

Studi Kasus Perusakan Website Resmi SBY Oleh Wildan Yani S


ANALISIS KASUS TENTANG CYBERCRIME
(Studi Kasus Perusakan Website Resmi SBY Oleh Wildan Yani S)


Wildan pada Januari 2013 lalu meretas situs www.presidensby.info dengan melakukan defacing (penggantian Homepage). Ini merupakan salah satu jenis threat Unauthorized Access to Computer System and Service.
Jakarta - Peretas situs resmi Presiden SBY, Wildan Yani Ashari (22), yang berhasil ditangkap di Jember ternyata tidak memiliki tim. Dia bekerja sendiri. Saat diperiksa, Wildan mengaku telah berhasil menghack lebih dari 5.000 situs di Indonesia.
"Jumat kemarin, kami berhasil menangkap pelaku atas nama Wildan Yani Ashari (22). Dia bekerja di CV Surya Infotama yang beralamat di Jalan kebonsari, Jember. Surya infotama merupakan warung komunikasi, yang menjual spare part komputer dan software. Di situ pelaku menjadi admin," kata Direktur 2 Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Arief Sulistio kepada wartawan di PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2013).



    Analisa Kasus EPTIK
Kejahatan dalam internet ini dapat dibedakan menjadi dua jenis,  yaitu  Kejahatan Dengan Motif Intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Kejahatan Dengan Motif Politik, ekonomi atau kriminal yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan perang informasi. Versi lain membagi cybercrime menjadi tiga bagian yaitu pelanggaran akses,  pencurian data dan penyebaran informasi untuk tujuan kejahatan.
Perusakan situs (website) resmi suatu instansi pemerintah telah diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
Pasal di atas menegaskan bahwa jika seseorang dengan sengaja mengubah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik atau yang lebih dikenal sebagai situs, merupakan salah satu perbuatan yang dilarang karena telah melanggar isi pasal tersebut.
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut adalah
1.    Unsur Objektif
Setiap orang, dimana manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, sebagai subyek hukum atau sebagai orang.
2.    Unsur Subjektif
Melawan hukum / menambah / merusak, dimana dalam undang-undang diatur bahwa pada perbuatan tersebut seseorang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Berdasarkan kedua unsur di atas, maka setiap orang yang mengalami kerusakan suatu Informasi Elektronik yang dilakukan oleh seseorang dengan cara melawan hukum atau tanpa hak, dapat menggunakan pasal ini untuk menjerat setiap pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang dengan cara melawan hukum tersebut.
Pada Pasal tersebut dinyatakan bahwa seseorang yang dengan sengaja mengubah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan atau menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dapat dipidana.
Uraian di atas menegaskan bahwa jika seseorang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum / menambah / merusak suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik, akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam kasus peretasan situs SBY, tindakan pelaku termasuk dalam jenis cybercrime Unauthorized Access to Computer System and Service merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasuki / menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
Hacking dalam kasus ini termasuk dalam jenis kejahatan deface. Deface adalah aktifitas yang mengotori, “menodai”, merubah inti dari isi halaman suatu website dengan tulisan, gambar, ataupun link yang membuat suatu link menjadi melenceng dari perintah yang dibuat. Sedangkan pengertian dari web deface adalah melakukan perubahan pada halaman web depan pada situs-situs tertentu, dilakukan oleh para hacker atau cracker untuk mengganggu informasi yang dimunculkan pada halaman situs yang dimaksud. Hacker memasuki suatu sistem atau jaringan komputer untuk menguji keandalan suatu sistem tersebut. Sedangkan crakcer memasuki sistem orang lain yang mempunyai sifat destruktif di jaringan ke komputer.
Motif pelaku kejahatan (cracker) biasanya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia, membypass password, deface, serta menunjukkan kelemahan keamanan sistem. Faktor yang mempengaruhi kejahatan ini adalah adanya akses internet yang tidak terbatas, pekerjaan, kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat, iseng dan unjuk kebolehan, dan lain-lain.
Wildan terancam pasal 22 huruf B Undang-undang 36/1999 tentang Telekomunikasi dan pasal 30 ayat 1, ayat 2 dan atau ayat 3, jo pasal 32 ayat 1 UU No 11/2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sebab Timbulnya Kejahatan Cybercrime
Cybercrime dapat terjadi karena beberapa faktor anatara lain :
1.        Faktor internal
Maksudnya yaitu suatu kejahatan dapat terjadi karena suatu alasan yang timbul dari diri sendiri dari korban kejahatan itu sendiri.
2.        Faktor eksternal
Yaitu sesuatu hal yang menyebabkan terjadinya kejahatan itu karena pihak luar atau orang lain.
Dalam hal kasus kejahatan cyber yang menimpa website Presiden SBY tersebut, dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal karena berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap bahwa sang peretas (Wildan Yani S) meretas situs Presiden SBY dia lakukan dengan alasan “Cuma iseng”.
Akibat yang ditimbulkan tidak terlalu besar kerusakannya karena cara peretasannya tidak dilakukan dengan merusak situs korban, melainkan dilakukan dengan cara membelokkan DNS (Domain Name System) servernya dan mengganti tampilan awal (homepage).
Namun, penangkapan Wildan memicu reaksi kelompok peretas internasional terkemuka, Anonymous. Mereka pun menyatakan "perang" terhadap Pemerintah Republik Indonesia dengan menumbangkan situs-situs berdomain ".go.id". Satu per satu situs-situs pemerintah bertumbangan dan dengan target utama kembali melumpuhkan situs Presiden SBY. Sejak Selasa malam sampai Rabu dini hari (30/1/2018), tak kurang dari tujuh domain telah dilumpuhkan dan sebagian di-deface alias diganti tampilan berisi pesan peringatan. Situs-situs yang sudah dilumpuhkan antara lain beberapa sub-domain di situs KPPU, BPS, KBRI Tashkent, Kemenhuk dan HAM, Kemensos, dan Kemenparekraf, bahkan Indonesia.go.id.
"Government of Indonesia, you cannot arrest an idea NO ARMY CAN STOP US #Anonymous #OpFreeWildan #FreeAnon" (Pemerintah Indonesia tidak dapat membelenggu sebuah pemikiran. Tidak ada pasukan apa pun yang dapat menghentikan kami), demikian pernyataan di akun Twitter kelompok peretas tersebut, Rabu (30/1/2013).