ANALISIS
KASUS TENTANG CYBERCRIME
Wildan pada Januari 2013 lalu
meretas situs www.presidensby.info dengan melakukan defacing (penggantian
Homepage). Ini merupakan salah satu jenis threat Unauthorized Access to
Computer System and Service.
Jakarta - Peretas situs resmi
Presiden SBY, Wildan Yani Ashari (22), yang berhasil ditangkap di Jember
ternyata tidak memiliki tim. Dia bekerja sendiri. Saat diperiksa, Wildan
mengaku telah berhasil menghack lebih dari 5.000 situs di Indonesia.
"Jumat kemarin, kami berhasil menangkap pelaku
atas nama Wildan Yani Ashari (22). Dia bekerja di CV Surya Infotama yang
beralamat di Jalan kebonsari, Jember. Surya infotama merupakan warung
komunikasi, yang menjual spare part komputer dan software. Di situ pelaku
menjadi admin," kata Direktur 2 Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim
Polri, Brigjen Arief Sulistio kepada wartawan di PTIK, Jalan Tirtayasa,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2013).
Analisa Kasus EPTIK
Analisa Kasus EPTIK
Kejahatan dalam internet ini dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu Kejahatan Dengan Motif Intelektual. Biasanya
jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk kepuasan
pribadi. Kejahatan Dengan Motif Politik, ekonomi atau kriminal yang berpotensi
menimbulkan kerugian bahkan perang informasi. Versi lain membagi cybercrime
menjadi tiga bagian yaitu pelanggaran akses,
pencurian data dan penyebaran informasi untuk tujuan kejahatan.
Perusakan situs (website) resmi suatu instansi
pemerintah telah diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.”
Pasal di atas menegaskan bahwa jika seseorang
dengan sengaja mengubah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik
atau yang lebih dikenal sebagai situs, merupakan salah satu perbuatan yang
dilarang karena telah melanggar isi pasal tersebut.
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 32 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut adalah
1.
Unsur Objektif
Setiap orang, dimana manusia oleh hukum diakui sebagai
penyandang hak dan kewajiban, sebagai subyek hukum atau sebagai orang.
2.
Unsur Subjektif
Melawan
hukum / menambah / merusak,
dimana dalam undang-undang
diatur bahwa pada perbuatan tersebut seseorang terikat kepada akibat hukum yang
muncul karena kehendaknya sendiri.
Berdasarkan kedua unsur di atas,
maka setiap orang yang mengalami kerusakan suatu Informasi Elektronik yang
dilakukan oleh seseorang dengan cara melawan hukum atau tanpa hak, dapat
menggunakan pasal ini untuk menjerat setiap pelanggaran yang dilakukan oleh
seseorang dengan cara melawan hukum tersebut.
Pada Pasal tersebut dinyatakan bahwa
seseorang yang dengan sengaja mengubah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan,
memindahkan atau
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dapat dipidana.
Uraian di atas menegaskan bahwa jika seseorang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum / menambah / merusak
suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain
atau milik publik, akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal
48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Dalam kasus peretasan situs SBY,
tindakan pelaku termasuk dalam jenis cybercrime Unauthorized Access to Computer
System and Service merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasuki /
menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin
atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya.
Hacking dalam kasus ini termasuk
dalam jenis kejahatan deface. Deface adalah aktifitas yang mengotori,
“menodai”, merubah inti dari isi halaman suatu website dengan tulisan, gambar,
ataupun link yang membuat suatu link menjadi melenceng dari perintah yang
dibuat. Sedangkan pengertian dari web deface adalah melakukan perubahan pada
halaman web depan pada situs-situs tertentu, dilakukan oleh para hacker atau
cracker untuk mengganggu informasi yang dimunculkan pada halaman situs yang
dimaksud. Hacker memasuki suatu sistem atau jaringan komputer untuk menguji
keandalan suatu sistem tersebut. Sedangkan crakcer memasuki sistem orang lain
yang mempunyai sifat destruktif di jaringan ke komputer.
Motif pelaku kejahatan (cracker)
biasanya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan
rahasia, membypass password, deface, serta menunjukkan kelemahan keamanan
sistem. Faktor yang mempengaruhi kejahatan ini adalah adanya akses internet
yang tidak terbatas, pekerjaan, kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat,
iseng dan unjuk kebolehan, dan lain-lain.
Wildan terancam pasal 22 huruf B Undang-undang 36/1999
tentang Telekomunikasi dan pasal 30 ayat 1, ayat 2 dan atau ayat 3, jo pasal 32
ayat 1 UU No 11/2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sebab Timbulnya Kejahatan Cybercrime
Cybercrime dapat
terjadi karena beberapa faktor anatara lain :
1.
Faktor internal
Maksudnya yaitu suatu kejahatan dapat terjadi karena suatu alasan yang
timbul dari diri sendiri dari korban kejahatan itu sendiri.
2.
Faktor eksternal
Yaitu sesuatu hal yang menyebabkan terjadinya kejahatan itu karena pihak
luar atau orang lain.
Dalam hal kasus kejahatan cyber yang menimpa website Presiden SBY tersebut, dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal karena
berdasarkan fakta-fakta yang
telah terungkap bahwa sang peretas (Wildan Yani S) meretas situs Presiden SBY
dia lakukan dengan alasan “Cuma iseng”.
Akibat yang ditimbulkan tidak terlalu besar
kerusakannya karena cara peretasannya tidak dilakukan dengan merusak situs
korban, melainkan dilakukan dengan cara membelokkan DNS (Domain Name System) servernya dan
mengganti tampilan awal (homepage).
Namun, penangkapan Wildan
memicu reaksi kelompok peretas internasional terkemuka, Anonymous. Mereka pun
menyatakan "perang" terhadap Pemerintah Republik Indonesia dengan
menumbangkan situs-situs berdomain ".go.id". Satu per satu
situs-situs pemerintah bertumbangan dan dengan target utama kembali melumpuhkan
situs Presiden SBY. Sejak Selasa malam sampai Rabu dini hari (30/1/2018), tak
kurang dari tujuh domain telah dilumpuhkan dan sebagian di-deface alias diganti
tampilan berisi pesan peringatan. Situs-situs yang sudah dilumpuhkan antara
lain beberapa sub-domain di situs KPPU, BPS, KBRI Tashkent, Kemenhuk dan HAM,
Kemensos, dan Kemenparekraf, bahkan Indonesia.go.id.
"Government of Indonesia,
you cannot arrest an idea NO ARMY CAN STOP US #Anonymous #OpFreeWildan
#FreeAnon" (Pemerintah Indonesia tidak dapat membelenggu sebuah pemikiran.
Tidak ada pasukan apa pun yang dapat menghentikan kami), demikian pernyataan di
akun Twitter kelompok peretas tersebut, Rabu (30/1/2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar